Sampai saat ini (2014),
sistem pendidikan di Indonesia masih saja meresahkan para siswa. Di satu pihak menganggap sistem ini
sudah baik hanya saja siswanya yang kurang menangkap, tapi di pihak lain menganggap
masih buruk dan lainya. Baru saja 2013 kemarin sistem diubah menjadi
kurikulum 2013, kurikulum ini sekarang sedang menjalani prosesnya. Apabila dari pandangan saya sistem ini tidak berjalan dengan baik, karena masih banyak sekali
kejanggalan dalam nilai. Yang saya lihat
banyak anak frustrasi karena pelajaran yang terlalu sulit, dari frustrasi itu anak melakukan banyak cara untuk menghilangkanya, seperti
bimbel (bimbingan belajar) abis-abisan, bermain
game abis-abisan ataupun berperilaku curang.
Masalah yang membuat sistem pendidikan tidak baik
1. Tingkat kesulitan
Dengan sulitnya pelajaran sekolah, maka anak akan semakin stress atau tertekan, akhirnya mereka mencari cara untuk menghilangkan masalah itu. Contoh-contoh masalah itu:
1. Bimbel (bimbingan belajar) abis-abisan
Sebenarnya hal ini ada bagusnya dan ada juga tidaknya, mungkin secara umum,
bimbel bisa memudahkan siswa/siswi
meningkatkan nilai mereka. Tapi apa yang janggal dari sini?, dengan
bimbel biasanya anak didik
untuk mengetahui tipe soal atau hanya menghafal saja, banyak sekali anak yang dipaksa untuk bimbel, tetapi anak itu bukanya menjadi pintar dalam ilmu, tapi hanya pintar mengetahui hal-hal tertentu yakni ilmu yang hanya akan muncul di soal dan itu sangat kaku. Apabila seperti ini anak tidak akan menyerap ilmu sebagai ilmu, tetapi hanya sesuatu yang harus dipersiapkan untuk mengerjakan soal dan
mendapatkan nilai bagus.
2. Bermain game
Hal ini sering sekali terjadi, banyak sekali pelajar di Indonesia mulai dari SD bahkan sampai kuliah yang melepas stress dengan cara bermain game. Sebenarnya ini adalah
cara yang benar-benar salah, karena anak hanya akan
kabur dari masalahnya dan tidak akan menemukan solusinya. Bermain game tidaklah menyelesaikan masalah, tetapi malah kabur dari masalah dan menambah masalah.
3. Berperilaku curang
Hal ini adalah yang paling menyedihkan, biasanya anak mencari kunci jawaban ataupun contekan. Dengan mencontek anak akan mendapat nilai bagus, tetapi apa ruginya?, jelas sekali,
orang tua hanyalah membuang uangnya dengan percuma, yang awalnya meniatkan anaknya agar menjadi pintar, ini malah membuat
anaknya dapat dibanggakan tapi tak berbukti. Percuma nilai bagus tetapi tidak bisa membuktikanya kan?
2. Masalah sosial: Gengsi
Ini juga adalah masalah yang tidak jarang ditemukan di Indonesia. Banyak sekali
orangtua yang ingin membanggakan anaknya dengan beberapa cara, ada yang dengan
menyekolahkan anaknya ke sekolah yang ternama, ada yang dengan memaksa anaknya mendapatkan nilai yang bagus dan lainya. Gengsi ini adalah hal yang harus dihilangkan di Indonesia, karena di negara ini masih banyak orangtua yang bertingkah laku seperti itu,
hanya ingin membuat dirinya atau anaknya menjadi orang yang ternama tanpa bukti!.
3. Salah target
Apa yang saya maksud disini adalah
tujuan para siswa/siswi ke sekolah. Tujuannya pun sangat beragam, ada yang hanya ingin ketemu teman, hanya terpaksa karena orangtua, untuk belajar, untuk mendapat nilai bagus, untuk naik kelas. Nah tapi tujuan yang salah sebenarnya apabila hanya untuk
mendapat nilai bagus dan naik kelas, mendapat nilai bagus memang hal yang baik, tetapi masalahnya apa gunanya nilai bagus tetapi tidak mendapatkan ilmu.
Nilai adalah tolak ukur untuk ilmu yang dimiliki oleh anak, tetapi apabila nilai tidak sesuai dengan ilmu yang menjadi konten dari nilai itu, apa gunanya?. Karena target yang salah seperti nilai dan naik kelas, maka anak pun hanya akan berusaha mendapatkan yang terbaik tanpa mendapatkan ilmunya. Lalu faktor lain
yang mendukung pemaksaan itu adalah faktor sosial gengsi juga, di Indonesia tidak seperti di luar negeri, dulu saya bersekolah di eropa, tepatnya di belgia, saya melihat ada beberapa orang teman saya yang tidak naik kelas, yang saya heran, mereka tidak sedih atau kecewa, mereka hanya menyesal saja, tetapi mereka tidak menangis histeris, saat itupun saya bertanya pada mereka bahwa kenapa mereka tidak sedih (karena umumnya anak Indonesia apabila tidak naik akan nangis histeris dan berusaha untuk naik kelas dengan curang), mereka bilang pada saya bahwa mereka ke sekolah untuk mendapatkan ilmu, apabila ilmu mereka belum sampai untuk ke kelas selanjutnya, mereka rela tidak naik kelas. Dari situ saya sadar bahwa di Indonesia hanya terlalu
malu apabila tidak naik kelas, jadi tujuanya bukanlah menuntut ilmu, tetapi untuk hal lainya.